Pergantian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
1. Mekanisme
Penggantian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah.
Apabila kepala daerah diberhentikan sementara karena
didakwa melakukan tindak pidana korupsi, maka wakil kepala daerah melaksanakan
tugas dan kewenangan kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Namun, apabila gubernur diberhentikan
sementara dan tidak ada wakil gubernur, Presiden menetapkan penjabat gubernur
atas usul Menteri, Sedangkan apabila bupati/wali kota diberhentikan sementara
dan tidak ada wakil bupati/wakil wali kota, Menteri menetapkan penjabat
bupati/wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah
diberhentikan sementara, Presiden menetapkan penjabat gubernur atas usul
Menteri dan Menteri menetapkan penjabat bupati/wali kota atas usul gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat sampai dengan adanya putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sedangkan jika diberhentikan karena terbukti
melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap, maka mekanisme penggantiannya sama dengan penggantian kepala
daerah yang meninggal dunia atau berhalangan tetap yang telah dijelaskan di
atas.
Apabila wakil kepala daerah berhenti karena
meninggal dunia, diberhentikan karena berhalangan tetap, atau diberhentikan
karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pengisian jabatan wakil kepala
daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
pemilihan kepala daerah.[1]
Begitu
mudahnya pemerintah mengeluarkan peraturan yang memberi wewenang penuh kepada
pimpinan parpol untuk mengganti kadernya yang duduk di unsur pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah tanpa bisa dibendung dengan portal penghalang apa pun.
Nuansa politis dibalik terbitnya Peraturan Pemerintah yang mengatur penggantian
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah semaunya pimpinan parpol ini
Jika
pimpinan parpol tidak ekstra hati-hati alam menerapkan ketentuan penggantian
kadernya yang duduk di unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu,
dipastikan bakal timbul gejolak politik di internal parpolnya. Gejolak politik
yang bisa menjurus pada konflik politik internal itu bisa melanda secara
vertikal dan horisontal. Jika ada pimpinan parpol tingkat provinsi mencoba-coba
melakukan penggantian kadernya yang duduk di unsur pimpinan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi yang bersangkutan, maka kebijakan politik itu bakal di
tiru di daerah lain. Secara horisontal langkah serupa bisa ditiru oleh pimpinan
parpol di provinsi lainnya. Bahkan secara vertikal juga bakal ditiru oleh
pimpinan parpol di tingkat kabupaten/kota di lingkungan provinsi tersebut.
Nuansa
politis terbitnya ketentuan pasal 42 Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2010
tersebut bisa dicurigai adanya kesengajaan membiarkan parpol di daerah-daerah
disibukkan dengan konflik internal seputar penggantian kadernya di unsur
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.[2]
Pasal
42 ayat 1 menyebutkan, bahwa masa jabatan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhitung sejak tanggal
pengucapan sumpah/janji pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa
jabatan keanggotaan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. Kedua, pasal 42 ayat 2 huruf d menyebutkan bahwa pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena diberhentikan
sebagai pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dan ketiga, pasal
42 ayat 3 huruf b menyebutkan bahwa pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
diberhentikan dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
apabila yang bersangkutan diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam
kasus pergantian pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Labuhan Batu Selatan,
Ketua Dewan Perwakilan Daerah bahkan Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat
Nasional sudah mengusulkan berdasarkan pasal 42 ayat 3. Karena sudah jelas
wewenang partai untuk mengganti anggota parpol yang duduk di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.[3]
Prosedur dan Ketentuan
Penggantian Antar Waktu Anggota DPRD
Mekanisme
dalam instrument ketatanegaraan, mengandung arti suatu cara, metode, tekhnik
dalam pengisian jabatan. Legal atau tidak suatau pengisian jabatan ditentukan
oleh adanya asas legalitas. Bahwa kewenangan yang sah adalah kewenangan yang
diberikan oleh hukum (Undang-undang). Mekanisme erat kaitannya dengan prosedur
yang mesti ditempuh oleh calon yang akan mengisi jabatan sebagaimana yang
ditetapkan oleh Undang-undang.
Istilah mekanisme dalam kamus
bahasa Indonesia diartikan sebagai tekhnik penggunaan mesin, hal kerja mesin;
cara kerja suatu organisasi; hal saling bekerja mesin (kalau yang satu
bergerak, yang lain turut bergerak). Oleh karena itu defenisi mekanisme identik
dengan penjabaran pembagian kekuasan dalam lembaga negara (eksekutif,
yudikatif, dan legilatif). Setiap organ kekuasan negara berjalan berdasarkan
kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang.
Dalam
mekanisme Pemberhentian antar waktu melibatkan partai poltik dan badan
kehormatan. Partai politik mengusulkan pemberhentian dengan syarat
sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 dan peraturan
pemerintah Nomor 16 tahun 2010. Adapun syarat-syarat yang menjadi kewenangan
pimpinan partai politik untuk mengusulkan pemberhentian antar waktu antara
lain:
a. Meninggal
dunia
b. Mengundurkan
diri
c. Diberhentikan
d. Dinyatakan
bersalah berdasrkan putusan pengadilan berdasarkan pitusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan
ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih.
e. Diusulkan
oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
f. Diberhentikan
seebagai anggota paratai politik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-perundangan.
g. Menjadi
anggota partai politik lain.
Berdasarkan
syarat-syarat yang menjadi alasan bagi pimpinan partai politik untuk
mengusulkan pemberhentian terhadap wakilnya yang sedang menjabat di lingkungan
DPRD. Secara kronologis mekanisme dari pemberhentian anggota DPRD tersebut
sebagai berikut:
1. Pimpinan
partai politik mengusulkan pemberhentian terhadap calon wakilnya kepada
pimpinan DPRD dengan tembusan kepada Gubernur.
2. Pimpinan
DPRD yang telah menerima usulan pemberhentian tersebut, dalam waktu 7 (tujuh)
hari menyampaikan usulan pemberhentian anggota DPRD kepada Gubernur melalui
bupati/walikota.
3. Hanya
dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian anggota DPRD
kabhpaten/kota wajib menyampaikan usulan tersebut kepada Gubernur. Jika dalam
waktu 7 (tujuh) hari bupati tidak menyampaikan usulan pemberhentiam
anggota DPRD Kabupaten/Kota pimpinan DPRD Kabupaten/Kota langsung menyampaikan
usulan tersebut kepada Gubernur.
4. Dalam
waktu 14 (empat belas) hari, Gubernur sudah harus neresmikan pemberhentian
anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Beda halnya
yang menjadi syarat bagi badan kehormatan untuk melakukan pengajuan usulan
pemberhentian anggota DPRD Kabupaten/Kota. syarat-syarat yang menjadi kewenangan
badan kehormatan untuk mengusulkan pemberhentian antar waktu anggota DPRD
kabupaten/kota antara lain:
1. Tidak
dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap
sebagai anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan
apapun.
2. Tidak
menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD yang menjadi
tugas dan kewajibannya sebanyal 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang
sah
3. Tidak
lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRD sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum.
Setelah
syarat-syarat di atas sebagaimana yang ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 16 tahun 2010, maka Badan Kehormatan menempuh mekanisme pengusulan
pemberhentian antar waktu anggota DPRD kabupaten/kota sebaga berikut:
1. Berdasarkan
pengaduan dari pimpinan DPRD, masyarakat, dan/atau pemilih, badan kehormatan
melakukan penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan badan
kehormatan DPRD.
2. Oleh
badan kehormatan keputusan tersebut dilaporkan kepada rapat paripurna.
3. Setelah
sampai di rapat paripurna, dalam waktu 7 (tujuh) hari, pimpinan DPRD
menyampaikan keputusan badan kehormatan kepada pimpinan partai poltik yang
wakilnya menjabat di DPRD kabupaten/kota.
4. Sejak
diterimanya keputusan badan kehormatan dari DPRD, pimpinan partai politik dalam
waktu 30 hari sudah harus menyampaikan kembali usul dan keputusan pemberhentian
anggota tersebut kepada pimpinan DPRD. Namun jika partai politik tidak
menyampaikan keputusan dan usul penberhentian anggotanya, pimpinan DPRD
dapat langsung meneruskan keputusan badan kehormatan kepada Gubernur melalui
bupati/walikota setelah 7 (tujuh) hari berakhirnya batas waktu penyampaian
kepada pimpinan partai politik.
5. Usulan
pemberhentian yang telah sampai di tangan Bupati/Walikota, dalam waktu 7
(tujuh) hari sudah harus diteruskan kepada Gubernur.
6. Gubernur
meresmikan pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota paling lama 1.
Anggota DPRD yang berhenti atau
diberhentikan antar waktu digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh
suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari
partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. Dalam hal calon
anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya meninggal dunia,
mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota,
anggota DPRD digantikan oleh calon anggota DPRD kabupaten/kota yang memperoleh
suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah
pemilihan yang sama.
Masa jabatan anggota DPRD pengganti
antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikannya.
Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan antarwaktu dan
meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPU kabupaten/kota dengabn
melampirkan foto copy daftar calon tetapn dan daftar peringkat perolehan suara
partai politik yang bersangkutan.
KPU kabupaten/kota menyampaikan nama
calon pengganti antarwaktu berdasarkan ketentuan kepada pimpinan DPRD paling
lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat pimpinan DPRD. Paling lambat 7
(tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan nama calon
pengganti antarwaktu, Bupati mengusulkan penganti antar waktu kepada gubernur.
Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang
diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu, bupati menyampaikan nama
anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur.
Dalam hal setelah waktu 7 (tujuh)
hari Bupati tidak mengusulkan pengantian antar waktu kepada gubernur, gubernur
dapat meresmikan pengantian antar waktu anggota DPRD. Paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak menerima usulan pengantian antar waktu dari bupati gubernur
meresmikan pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRD.
Sebelum memangku jabatan, anggota
DPRD pengganti antarwaktu mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu
oleh pimpinan DPRD. Penggantian anggota DPRD antar waktu tidak dilaksanakan
apabila sisa masa jabatan anggota DPRD yang diganti kurang dari 6 (enam) bulan
dari masa jabatan anggota DPRD.
Dalam hal pemberhentian antar waktu
anggota DPRD dilaksanakan dalam waktu sisa masa jabatannya kurang dari 6 bulan,
keanggotaan DPRD nya dikosongkan sampai berakhirnya masa jabatan anggota
DPRD. Anggota DPRD yang berhenti antarwaktu digantikan oleh calon anggota
DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat
perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
Dalam hal calon anggota DPRD
kabupaten/kota/kota yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya meninggal
dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon
anggota, anggota DPRD digantikan oleh calon anggota DPRD kabupaten/kota/kota
yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama
pada daerah pemilihan yang sama.
Masa jabatan anggota DPRD pengganti
antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikannya.
Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan antarwaktu dan
meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPU kabupaten/kota/kota.
KPU menyampaikan nama calon
pengganti antarwaktu berdasarkan ketentuan kepada pimpinan DPRD paling lambat 5
(lima) hari sejak diterimanya surat pimpinan DPRD. Paling lambat 7 (tujuh) hari
sejak menerima nama calon pengganti antarwaktu dari KPU, Pimpinan DPRD
menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti
antarwaktu kepada gubernur melalui bupati/walikota.
Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak
menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti
antarwaktu, bupati/walikota menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan
dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur. Paling lambat 14 (empat
belas) hari sejak menerima nama anggota DPRD kabupaten/kota/kota yang
diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari bupati/walikota gubernur
meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan gubernur.
Sebelum memangku jabatannya, anggota
DPRD pengganti antarwaktu mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu
oleh pimpinan DPRD kabupaten/kota/kota, dengan tata cara dan teks sumpah/janji.
Penggantian antarwaktu anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa masa
jabatan anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara pengajuan penggantian antarwaktu, verifikasi terhadap persyaratan calon
pengganti antarwaktu, dan peresmian calon pengganti antarwaktu anggota DPRD
diatur sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. [4]
Parpol tingkat provinsi
yang pada Pemilu 2009 perolehan suaranya menduduki peringkat 1-5 mendapat jatah
pimpinan DPRD Provinsi bagi provinsi yang jumlah anggota DPRD-nya 85-100.
Sedangkan parpol tingkat kabupaten/kota yang perolehan suaranya menduduki
peringkat 1-4 mendapat jatah pimpinan DPRD Kabupaten/Kota bagi kabupaten/kota
yang jumlah anggota DPRD-nya 45-50 orang.
Ada juga ketentuan
bahwa parpol tingkat provinsi yang pada Pemilu 2009 perolehan suaranya
menduduki peringkat 1-4 mendapat jatah pimpinan DPRD Provinsi bagi provinsi
yang jumlah anggota DPRD-nya cuma 35-44 orang. Juga ada ketentuan bahwa parpol
tingkat kabupaten/kota yang perolehan suaranya menduduki peringkat 1-3 mendapat
jatah pimpinan DPRD Kabupaten/Kota bagi kabupaten/kota yang jumlah anggota
DPRD-nya cuma 20-40 orang.
Ketentuan itu diatur
dalam UU No 27/2009 tentang MPR, DPD, dan DPRD, serta Peraturan Pemerintah (PP)
No 16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD. Pada
umumnya, ketua parpol tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang menduduki
peringkat tersebut bilamana dirinya terpilih menjadi anggota DPRD setempat
pasti terpilih menjadi unsur pimpinan DPRD. Jabatan pimpinan DPRD yang diperoleh
ketua parpol semacam itu tentunya wajar. Sebab, dia sudah berkeringat sekitar 4
tahun atau lebih untuk mengantarkan sukses parpolnya dalam Pemilu 2009.
Secara etik para ketua
parpol yang menduduki jabatan pimpinan DPRD tersebut punya ”hak politik” untuk
menjadi pimpinan DPRD sampai akhir masa baktinya di tahun 2014. Pada umumnya,
secara etik pula ”hak politik” tersebut sangat dihormati ketika yang
bersangkutan tidak lagi menjabat sebagai ketua parpol pasca Pemilu 2009.
Biasanya ketua baru yang menggantikan mimpin parpol di daerah itu juga
menghormati ”hak politik” mantan ketua parpol yang menduduki pimpinan DPRD
setempat.
Etika politik
menghormati mantan ketua parpol yang berjasa mengantar sukses parpolnya dalam
Pemilu 2009 sebenarnya tidak secara otomatis aman dalam pelaksanaannya. Ancaman
tidak amannya pelaksanaan etika politik menghormati jasa mantan ketua parpol
itu bisa disebabkan karena dua hal. Pertama, terjadi dekadensi moral di
kalangan kader parpol yang bersangkutan khususnya menyangkut ”moral politik”
ketua baru yang memimpin parpol pada periode 2010-2015.
Kedua, terjadi konflik
internal di parpol yang bersangkutan yang menjurus pada kondisi perpecahan
politik cukup parah. Sehingga ketua baru menganggap mantan ketua parpol sebagai
”musuh politik” yang harus dihabisi karir politiknya. Ketiga, terbitnya
peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pimpinan parpol bisa mengganti
pimpinan DPRD tanpa harus melalui mekanisme yang berbelit-belit. Hal itu bisa
terjadi bilamana ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut hanya
semata-mata mengatur kewenangan pimpinan parpol mengganti pimpinan DPRD.
Sedangkan kriteria dan persyaratan penggantian pimpinan DPRD tidak dijelaskan
secara detail dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Pijakan Peraturan
Pemerintah
Terbitnya PP
No 16/2010 secara tegas memberi wewenang kepada pimpinan parpol untuk mengganti
kadernya yang duduk di unsur pimpinan DPRD hasil Pemilu 2009. Wewenang tersebut
sangat berpotensi dimanfaatkan oleh pimpinan parpol periode 2010-2015 unsur
mengganti kadernya di unsur pimpinan DPRD semaunya. Bisa diganti kapan saja
dengan alasan apa saja, bahkan tanpa alasan pun pimpinan DPRD dapat diusulkan
untuk diganti atas keinginan pimpinan parpol yang baru.
Hal itu bisa
disimak dari makna yang terkandung dalam PP No 16/2010 khususnya pada ketentuan
yang mengatur soal penggantian pimpinan DPRD. Pertama, pasal 42 ayat 1
menyebutkan bahwa masa jabatan pimpinan DPRD terhitung sejak tanggal pengucapan
sumpah/janji pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan
keanggotaan DPRD. Kedua, pasal 42 ayat 2 huruf d menyebutkan bahwa pimpinan
DPRD berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena
diberhentikan sebagai pimpinan DPRD. Ketiga, pasal 42 ayat 3 huruf b
menyebutkan bahwa pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d apabila yang bersangkutan diusulkan oleh partai
politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pimpinan
parpol daerah periode 2010-2015 dengan dalih ketentuan pasal 42 PP No 16/2010
tersebut bisa menggunakan argumentasi yuridis untuk mengganti kadernya yang
duduk di unsur pimpinan DPRD sekarang juga. Tinggal prosesnya ditempuh dengan
mudah yakni mengusulkan kepada pimpinan DPRD yang isinya “siapa diganti siapa”
asal penggantinya juga dari anggota DPRD berasal dari parpol yang sama.
Atas dasar
usulan penggantian tersebut selanjutnya Pimpinan DPRD sudah memiliki mekanisme
tersendiri untuk memproses penggantian unsur pimpinan DPRD dari parpol yang
mengusulkan. Mekanisme seperti itu tertuang dalam PP No 16/2010 dan pasti sudah
diadopsi dalam Peraturan DPRD setempat tentang Tata Tertib DPRD.
Nuansa Politis
Begitu
mudahnya pemerintah mengeluarkan peraturan yang memberi wewenang penuh kepada
pimpinan parpol untuk mengganti kadernya yang duduk di unsur pimpinan DPRD
tanpa bisa dibendung dengan portal penghalang apa pun. Adakah nuansa politis
dibalik terbitnya PP yang mengatur penggantian pimpinan DPRD semaunya pimpinan
parpol.
Jika pimpinan
parpol tidak ekstra hati-hati alam menerapkan ketentuan penggantian kadernya
yang duduk di unsur pimpinan DPRD itu, dipastikan bakal timbul gejolak politik
di internal parpolnya. Gejolak politik yang bisa menjurus pada konflik politik
internal itu bisa melanda secara vertikal dan horisontal.
Jika ada
pimpinan parpol tingkat provinsi mencoba-coba melakukan penggantian kadernya
yang duduk di unsur pimpinan DPRD Provinsi yang bersangkutan, maka kebijakan
politik itu bakal di tiru di daerah lain. Secara horisontal langkah serupa bisa
ditiru oleh pimpinan parpol di provinsi lainnya. Bahkan secara vertikal juga
bakal ditiru oleh pimpinan parpol di tingkat kabupaten/kota di lingkungan
provinsi tersebut. Nuansa politis terbitnya ketentuan pasal 42 PP No 16/2010 tersebut
bisa dicurigai adanya kesengajaan membiarkan parpol di daerah-daerah disibukkan
dengan konflik internal seputar penggantian kadernya di unsur pimpinan DPRD.
Dengan disibukkan dengan konflik baru tersebut maka konsentrasi parpol untuk
persiapan Pemilu 2014 jadi terganggu bahkan tidak fokus.[5]
[1] Diakses melalui:
http://www.karawangnews.com/2014/12/paw-legislatif-tak-semudah-membalikan.html
, Pada hari senin tanggal 22 januari 2017.
[2] Diakses melalui: https://slamethariyanto.wordpress.com/2012/02/20/parpol-bisa-semaunya-mengganti-pimpinan-dprd/,
Pada hari senin tanggal 22 januari 2017
[3] Diakses melalui: http://robbypatria.blogspot.co.id/2012/09/rumitnya-pergantian-pimpinan-dprd-kepri.html
, Pada hari senin tanggal 22 januari 2017.
[4] Diakses Melalui: http://www.edukasippkn.com/2016/06/prosedur-dan-ketentuan-penggantian.html, Pada hari senin tanggal 22 januari 2017
[5]. Diakses Melalui: https://slamethariyanto.wordpress.com/2012/02/20/parpol-bisa-semaunya-mengganti-pimpinan-dprd/
. Pada hari senin tanggal 22 januari 2017