Pergantian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

1.    Mekanisme Penggantian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah.
Apabila kepala daerah diberhentikan sementara karena didakwa melakukan tindak pidana korupsi, maka wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan kewenangan kepala daerah sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Namun, apabila gubernur diberhentikan sementara dan tidak ada wakil gubernur, Presiden menetapkan penjabat gubernur atas usul Menteri, Sedangkan apabila bupati/wali kota diberhentikan sementara dan tidak ada wakil bupati/wakil wali kota, Menteri menetapkan penjabat bupati/wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
Apabila kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara, Presiden menetapkan penjabat gubernur atas usul Menteri dan Menteri menetapkan penjabat bupati/wali kota atas usul gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sampai dengan adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sedangkan jika diberhentikan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, maka mekanisme penggantiannya sama dengan penggantian kepala daerah yang meninggal dunia atau berhalangan tetap yang telah dijelaskan di atas.
Apabila wakil kepala daerah berhenti karena meninggal dunia, diberhentikan karena berhalangan tetap, atau diberhentikan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pengisian jabatan wakil kepala daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan kepala daerah.[1]
Begitu mudahnya pemerintah mengeluarkan peraturan yang memberi wewenang penuh kepada pimpinan parpol untuk mengganti kadernya yang duduk di unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa bisa dibendung dengan portal penghalang apa pun. Nuansa politis dibalik terbitnya Peraturan Pemerintah yang mengatur penggantian pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah semaunya pimpinan parpol ini
Jika pimpinan parpol tidak ekstra hati-hati alam menerapkan ketentuan penggantian kadernya yang duduk di unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu, dipastikan bakal timbul gejolak politik di internal parpolnya. Gejolak politik yang bisa menjurus pada konflik politik internal itu bisa melanda secara vertikal dan horisontal. Jika ada pimpinan parpol tingkat provinsi mencoba-coba melakukan penggantian kadernya yang duduk di unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi yang bersangkutan, maka kebijakan politik itu bakal di tiru di daerah lain. Secara horisontal langkah serupa bisa ditiru oleh pimpinan parpol di provinsi lainnya. Bahkan secara vertikal juga bakal ditiru oleh pimpinan parpol di tingkat kabupaten/kota di lingkungan provinsi tersebut.
Nuansa politis terbitnya ketentuan pasal 42 Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2010 tersebut bisa dicurigai adanya kesengajaan membiarkan parpol di daerah-daerah disibukkan dengan konflik internal seputar penggantian kadernya di unsur pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.[2]
Pasal 42 ayat 1 menyebutkan, bahwa masa jabatan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kedua, pasal 42 ayat 2 huruf d menyebutkan bahwa pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena diberhentikan sebagai pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dan ketiga, pasal 42 ayat 3 huruf b menyebutkan bahwa pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diberhentikan dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d apabila yang bersangkutan diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam kasus pergantian pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Labuhan Batu Selatan, Ketua Dewan Perwakilan Daerah bahkan Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional sudah mengusulkan berdasarkan pasal 42 ayat 3. Karena sudah jelas wewenang partai untuk mengganti anggota parpol yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.[3]
Prosedur dan Ketentuan Penggantian Antar Waktu Anggota DPRD
Mekanisme dalam instrument ketatanegaraan, mengandung arti suatu cara, metode, tekhnik dalam pengisian jabatan. Legal atau tidak suatau pengisian jabatan ditentukan oleh adanya asas legalitas. Bahwa kewenangan yang sah adalah kewenangan yang diberikan oleh hukum (Undang-undang). Mekanisme erat kaitannya dengan prosedur yang mesti ditempuh oleh calon yang akan mengisi jabatan sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-undang.
Istilah mekanisme dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai tekhnik penggunaan mesin, hal kerja mesin; cara kerja suatu organisasi; hal saling bekerja mesin (kalau yang satu bergerak, yang lain turut bergerak). Oleh karena itu defenisi mekanisme identik dengan penjabaran pembagian kekuasan dalam lembaga negara (eksekutif, yudikatif, dan legilatif). Setiap organ kekuasan negara berjalan berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang.
Dalam mekanisme Pemberhentian antar waktu melibatkan partai poltik dan badan kehormatan. Partai politik mengusulkan pemberhentian  dengan syarat sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 dan peraturan pemerintah Nomor 16 tahun 2010. Adapun syarat-syarat yang menjadi kewenangan pimpinan partai politik untuk mengusulkan pemberhentian antar waktu antara lain:
a.    Meninggal dunia
b.    Mengundurkan diri
c.    Diberhentikan
d.   Dinyatakan bersalah berdasrkan putusan pengadilan berdasarkan pitusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara lima tahun atau lebih.
e.    Diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f.     Diberhentikan seebagai anggota paratai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.
g.    Menjadi anggota partai politik lain.
Berdasarkan syarat-syarat yang menjadi alasan bagi pimpinan partai politik untuk mengusulkan pemberhentian terhadap wakilnya yang sedang menjabat di lingkungan DPRD. Secara kronologis mekanisme dari pemberhentian anggota DPRD tersebut sebagai berikut:
1.    Pimpinan partai politik mengusulkan pemberhentian terhadap calon wakilnya kepada pimpinan DPRD dengan tembusan kepada Gubernur.
2.    Pimpinan DPRD yang telah menerima usulan pemberhentian tersebut, dalam waktu 7 (tujuh) hari menyampaikan usulan pemberhentian anggota DPRD kepada Gubernur melalui bupati/walikota.
3.    Hanya dalam waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya usulan pemberhentian anggota DPRD kabhpaten/kota wajib menyampaikan usulan tersebut kepada Gubernur. Jika dalam waktu 7 (tujuh) hari bupati tidak menyampaikan usulan  pemberhentiam anggota DPRD Kabupaten/Kota pimpinan DPRD Kabupaten/Kota langsung menyampaikan usulan tersebut kepada Gubernur.
4.    Dalam waktu 14 (empat belas) hari, Gubernur sudah harus neresmikan pemberhentian anggota DPRD Kabupaten/Kota.
Beda halnya yang menjadi syarat bagi badan kehormatan untuk melakukan pengajuan usulan pemberhentian anggota DPRD Kabupaten/Kota. syarat-syarat yang menjadi kewenangan badan kehormatan untuk mengusulkan pemberhentian antar waktu anggota DPRD kabupaten/kota antara lain:
1.    Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan  tetap sebagai anggota DPRD selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun.
2.    Tidak menghadiri rapat paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPRD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyal 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah
3.    Tidak lagi memenuhi syarat  sebagai calon anggota DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum.
Setelah syarat-syarat di atas sebagaimana yang ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2010, maka Badan Kehormatan menempuh mekanisme pengusulan pemberhentian antar waktu anggota DPRD kabupaten/kota  sebaga berikut:
1.    Berdasarkan pengaduan dari pimpinan DPRD, masyarakat, dan/atau pemilih, badan kehormatan melakukan penyelidikan dan verifikasi yang dituangkan dalam keputusan badan kehormatan DPRD.
2.    Oleh badan kehormatan keputusan tersebut dilaporkan kepada rapat paripurna.
3.    Setelah sampai di rapat paripurna, dalam waktu 7 (tujuh) hari, pimpinan DPRD menyampaikan keputusan badan kehormatan kepada pimpinan partai poltik yang wakilnya menjabat di DPRD kabupaten/kota.
4.    Sejak diterimanya keputusan badan kehormatan dari DPRD, pimpinan partai politik dalam waktu 30 hari sudah harus menyampaikan kembali usul dan keputusan pemberhentian anggota tersebut kepada pimpinan DPRD. Namun jika partai politik tidak menyampaikan  keputusan dan usul penberhentian anggotanya, pimpinan DPRD dapat langsung meneruskan keputusan badan kehormatan kepada Gubernur melalui bupati/walikota setelah 7 (tujuh) hari berakhirnya batas waktu penyampaian kepada pimpinan partai politik.
5.    Usulan pemberhentian yang telah sampai di tangan Bupati/Walikota, dalam waktu 7 (tujuh) hari sudah harus diteruskan kepada  Gubernur.
6.    Gubernur meresmikan pemberhentian anggota DPRD kabupaten/kota paling lama 1.
Anggota DPRD yang berhenti atau diberhentikan antar waktu digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama. Dalam hal calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota, anggota DPRD digantikan oleh calon anggota DPRD kabupaten/kota yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
Masa jabatan anggota DPRD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikannya. Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPU kabupaten/kota dengabn melampirkan foto copy daftar calon tetapn dan daftar peringkat perolehan suara partai politik yang bersangkutan.
KPU kabupaten/kota menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu berdasarkan ketentuan kepada pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat pimpinan DPRD. Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan nama calon pengganti antarwaktu, Bupati mengusulkan penganti antar waktu kepada gubernur. Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu, bupati menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur.
Dalam hal setelah waktu 7 (tujuh) hari Bupati tidak mengusulkan pengantian antar waktu kepada gubernur, gubernur dapat meresmikan pengantian antar waktu anggota DPRD. Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima usulan pengantian antar waktu dari bupati gubernur meresmikan pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRD.
Sebelum memangku jabatan, anggota DPRD pengganti antarwaktu mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRD. Penggantian anggota DPRD antar waktu tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPRD yang diganti kurang dari 6 (enam) bulan dari masa jabatan anggota DPRD.
Dalam hal pemberhentian antar waktu anggota DPRD dilaksanakan dalam waktu sisa masa jabatannya kurang dari 6 bulan, keanggotaan DPRD nya dikosongkan sampai berakhirnya masa jabatan anggota DPRD.  Anggota DPRD yang berhenti antarwaktu digantikan oleh calon anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
Dalam hal calon anggota DPRD kabupaten/kota/kota yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota, anggota DPRD digantikan oleh calon anggota DPRD kabupaten/kota/kota yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama.
Masa jabatan anggota DPRD pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikannya. Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan antarwaktu dan meminta nama calon pengganti antarwaktu kepada KPU kabupaten/kota/kota.
KPU menyampaikan nama calon pengganti antarwaktu berdasarkan ketentuan kepada pimpinan DPRD paling lambat 5 (lima) hari sejak diterimanya surat pimpinan DPRD. Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama calon pengganti antarwaktu dari KPU, Pimpinan DPRD menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur melalui bupati/walikota.
Paling lambat 7 (tujuh) hari sejak menerima nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu, bupati/walikota menyampaikan nama anggota DPRD yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada gubernur. Paling lambat 14 (empat belas) hari sejak menerima nama anggota DPRD kabupaten/kota/kota yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari bupati/walikota gubernur meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan keputusan gubernur.
Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRD pengganti antarwaktu mengucapkan sumpah/janji yang pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRD kabupaten/kota/kota, dengan tata cara dan teks sumpah/janji. Penggantian antarwaktu anggota DPRD tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPRD yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan penggantian antarwaktu, verifikasi terhadap persyaratan calon pengganti antarwaktu, dan peresmian calon pengganti antarwaktu anggota DPRD diatur sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. [4]
Parpol tingkat provinsi yang pada Pemilu 2009 perolehan suaranya menduduki peringkat 1-5 mendapat jatah pimpinan DPRD Provinsi bagi provinsi yang jumlah anggota DPRD-nya 85-100. Sedangkan parpol tingkat kabupaten/kota yang perolehan suaranya menduduki peringkat 1-4 mendapat jatah pimpinan DPRD Kabupaten/Kota bagi kabupaten/kota yang jumlah anggota DPRD-nya 45-50 orang.
Ada juga ketentuan bahwa parpol tingkat provinsi yang pada Pemilu 2009 perolehan suaranya menduduki peringkat 1-4 mendapat jatah pimpinan DPRD Provinsi bagi provinsi yang jumlah anggota DPRD-nya cuma 35-44 orang. Juga ada ketentuan bahwa parpol tingkat kabupaten/kota yang perolehan suaranya menduduki peringkat 1-3 mendapat jatah pimpinan DPRD Kabupaten/Kota bagi kabupaten/kota yang jumlah anggota DPRD-nya cuma 20-40 orang.
Ketentuan itu diatur dalam UU No 27/2009 tentang MPR, DPD, dan DPRD, serta Peraturan Pemerintah (PP) No 16/2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD. Pada umumnya, ketua parpol tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang menduduki peringkat tersebut bilamana dirinya terpilih menjadi anggota DPRD setempat pasti terpilih menjadi unsur pimpinan DPRD. Jabatan pimpinan DPRD yang diperoleh ketua parpol semacam itu tentunya wajar. Sebab, dia sudah berkeringat sekitar 4 tahun atau lebih untuk mengantarkan sukses parpolnya dalam Pemilu 2009.
Secara etik para ketua parpol yang menduduki jabatan pimpinan DPRD tersebut punya ”hak politik” untuk menjadi pimpinan DPRD sampai akhir masa baktinya di tahun 2014. Pada umumnya, secara etik pula ”hak politik” tersebut sangat dihormati ketika yang bersangkutan tidak lagi menjabat sebagai ketua parpol pasca Pemilu 2009. Biasanya ketua baru yang menggantikan mimpin parpol di daerah itu juga menghormati ”hak politik” mantan ketua parpol yang menduduki pimpinan DPRD setempat.
Etika politik menghormati mantan ketua parpol yang berjasa mengantar sukses parpolnya dalam Pemilu 2009 sebenarnya tidak secara otomatis aman dalam pelaksanaannya. Ancaman tidak amannya pelaksanaan etika politik menghormati jasa mantan ketua parpol itu bisa disebabkan karena dua hal. Pertama, terjadi dekadensi moral di kalangan kader parpol yang bersangkutan khususnya menyangkut ”moral politik” ketua baru yang memimpin parpol pada periode 2010-2015.
Kedua, terjadi konflik internal di parpol yang bersangkutan yang menjurus pada kondisi perpecahan politik cukup parah. Sehingga ketua baru menganggap mantan ketua parpol sebagai ”musuh politik” yang harus dihabisi karir politiknya. Ketiga, terbitnya peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pimpinan parpol bisa mengganti pimpinan DPRD tanpa harus melalui mekanisme yang berbelit-belit. Hal itu bisa terjadi bilamana ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut hanya semata-mata mengatur kewenangan pimpinan parpol mengganti pimpinan DPRD. Sedangkan kriteria dan persyaratan penggantian pimpinan DPRD tidak dijelaskan secara detail dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Pijakan Peraturan Pemerintah
Terbitnya PP No 16/2010 secara tegas memberi wewenang kepada pimpinan parpol untuk mengganti kadernya yang duduk di unsur pimpinan DPRD hasil Pemilu 2009. Wewenang tersebut sangat berpotensi dimanfaatkan oleh pimpinan parpol periode 2010-2015 unsur mengganti kadernya di unsur pimpinan DPRD semaunya. Bisa diganti kapan saja dengan alasan apa saja, bahkan tanpa alasan pun pimpinan DPRD dapat diusulkan untuk diganti atas keinginan pimpinan parpol yang baru.
Hal itu bisa disimak dari makna yang terkandung dalam PP No 16/2010 khususnya pada ketentuan yang mengatur soal penggantian pimpinan DPRD. Pertama, pasal 42 ayat 1 menyebutkan bahwa masa jabatan pimpinan DPRD terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji pimpinan dan berakhir bersamaan dengan berakhirnya masa jabatan keanggotaan DPRD. Kedua, pasal 42 ayat 2 huruf d menyebutkan bahwa pimpinan DPRD berhenti dari jabatannya sebelum berakhir masa jabatannya karena diberhentikan sebagai pimpinan DPRD. Ketiga, pasal 42 ayat 3 huruf b menyebutkan bahwa pimpinan DPRD diberhentikan dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d apabila yang bersangkutan diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pimpinan parpol daerah periode 2010-2015 dengan dalih ketentuan pasal 42 PP No 16/2010 tersebut bisa menggunakan argumentasi yuridis untuk mengganti kadernya yang duduk di unsur pimpinan DPRD sekarang juga. Tinggal prosesnya ditempuh dengan mudah yakni mengusulkan kepada pimpinan DPRD yang isinya “siapa diganti siapa” asal penggantinya juga dari anggota DPRD berasal dari parpol yang sama.
Atas dasar usulan penggantian tersebut selanjutnya Pimpinan DPRD sudah memiliki mekanisme tersendiri untuk memproses penggantian unsur pimpinan DPRD dari parpol yang mengusulkan. Mekanisme seperti itu tertuang dalam PP No 16/2010 dan pasti sudah diadopsi dalam Peraturan DPRD setempat tentang Tata Tertib DPRD.
Nuansa Politis
Begitu mudahnya pemerintah mengeluarkan peraturan yang memberi wewenang penuh kepada pimpinan parpol untuk mengganti kadernya yang duduk di unsur pimpinan DPRD tanpa bisa dibendung dengan portal penghalang apa pun. Adakah nuansa politis dibalik terbitnya PP yang mengatur penggantian pimpinan DPRD semaunya pimpinan parpol.
Jika pimpinan parpol tidak ekstra hati-hati alam menerapkan ketentuan penggantian kadernya yang duduk di unsur pimpinan DPRD itu, dipastikan bakal timbul gejolak politik di internal parpolnya. Gejolak politik yang bisa menjurus pada konflik politik internal itu bisa melanda secara vertikal dan horisontal.
Jika ada pimpinan parpol tingkat provinsi mencoba-coba melakukan penggantian kadernya yang duduk di unsur pimpinan DPRD Provinsi yang bersangkutan, maka kebijakan politik itu bakal di tiru di daerah lain. Secara horisontal langkah serupa bisa ditiru oleh pimpinan parpol di provinsi lainnya. Bahkan secara vertikal juga bakal ditiru oleh pimpinan parpol di tingkat kabupaten/kota di lingkungan provinsi tersebut. Nuansa politis terbitnya ketentuan pasal 42 PP No 16/2010 tersebut bisa dicurigai adanya kesengajaan membiarkan parpol di daerah-daerah disibukkan dengan konflik internal seputar penggantian kadernya di unsur pimpinan DPRD. Dengan disibukkan dengan konflik baru tersebut maka konsentrasi parpol untuk persiapan Pemilu 2014 jadi terganggu bahkan tidak fokus.[5]



[1] Diakses melalui: http://www.karawangnews.com/2014/12/paw-legislatif-tak-semudah-membalikan.html , Pada hari senin tanggal 22 januari 2017.
[2] Diakses melalui: https://slamethariyanto.wordpress.com/2012/02/20/parpol-bisa-semaunya-mengganti-pimpinan-dprd/, Pada hari senin tanggal 22 januari 2017
[3] Diakses melalui: http://robbypatria.blogspot.co.id/2012/09/rumitnya-pergantian-pimpinan-dprd-kepri.html , Pada hari senin tanggal 22 januari 2017.
[4] Diakses Melalui: http://www.edukasippkn.com/2016/06/prosedur-dan-ketentuan-penggantian.html, Pada hari senin tanggal 22 januari 2017
[5]. Diakses Melalui: https://slamethariyanto.wordpress.com/2012/02/20/parpol-bisa-semaunya-mengganti-pimpinan-dprd/ . Pada hari senin tanggal 22 januari 2017

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar