Keadilan dan jenis-jenisnya
Keadilan Dalam Arti Umum
Keadilan
diuraikan sebagai suatu sikap dan karakter. Sikap dan karakter yang membuat
orang melakukan perbuatan dan berharap atas keadilan adalah keadilan, sedangkan
sikap dan karakter yang membuat orang bertindak dan berharap ketidakadilan
adalah ketidakadilan.
Pembentukan
sikap dan karakter berasal dari pengamatan terbanyak objek tertentu yang berisi
ganda. Hal ini bias berlaku dua dalil, yaitu:
1.
Jika kondisi
“baik” diketahui, maka kondisi buruk juga diketahui;
2.
Kondisi
“baik” diketahui dari sesuatu yang berada dalam kondisi “baik”
Untuk
mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan
pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara
jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yng lain juga
ambigu.
Secara umum
dikatakan bahwa orang yang tak bisa adil adalah orang yang tidak patuh terhadap
hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair),
maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding)
dan fair. Karena tindakan memenuhi atau mematuhi hukum adalah adil, maka semua
tindakan perbutan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah
adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan bagi
masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan
mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.
Dengan
demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial. Keadilan yang
lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri, tetapi juga
kebahagiaan orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan pemenuhan
kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai sebuah
nilai-nilai. Keadilan dan tata nilai dalam hal ini adalah sama tetapi memiliki
esensi yang berbeda. Sebagai hubungan seseorang dengan orang lain adalah
keadilan, namun sebagai suatu siakp khusus tanpa kualifikasi adalah nilai.
Ketidakadilan dalam hubungan sosial terkait erat dengan keserakahan sebagai
ciri utama tindakan yang tidak fair.
Keadilan
sebagai bagian dari nilai sosial memiliki makna yang amat luas, bahkan pada
suatu titik bisa bertentangan dengan hukum sebagai salah satu tata nilai
sosial. Suatu kejahatan yang dilakukan adalah suatu kesalahan. Namun apabila
hal tersebut bukan merupakan keserakahan tidak bisa disebut menimbulkan
ketidakadilan. Sebaliknya sesuatu tindakan yang bukan merupakan kejahatn dapat
menimbulkan ketidakadilan.
Sebagai
contoh, sorang pengusaha yang membayar gaji buruh dibawah UMR, adalh suatu
pelanggaran hukum dan kesalahan. Namun tindakan ini belum tentu mewujudkan
ketidakadilan. Apabila keuntungan dan kemampuan membayar perusahaan tersebut
memang terbatas, maka jumlah pembayaran itu adalah keadilan. Sebaliknya
walaupun seorang pengusaha membayar burunya sesuai UMR, yang berarti bukan
kejahatan, bisa saja menimbulkan ketidakadilan karena keuntungan perusahaan
tersebut sangat besar dan hanya sebagian kecil yang diambil untuk upah buruh.
Ketidakadilan ini mencul karena keserakahan dan ini termasuk melanggar hak
asasi buruh tersebut.
Hal tersebut
di atas adalah keadilan dalam arti umum. Keadilan dalam arti ini terdiri dari
dua unsur yaitu fair dan sesuai dengan hukum, yang masing-masing bukanlah hal
yang sama. Tidak fair adalah melanggar hukum, tetapi tidak semua tindakan
melanggar hukum adalah tidak fair. Keadilan dalam arti umum terkait erat dengan
kepatuhan terhadap hukum.
Teori keadilan Aristoteles
atas pengaruh Aristoteles secara tradisioanal keadilan dibagi menjadi tiga:
1.
Keadilan Legal
Keadilan legal yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan
hukum yang berlaku. Itu berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk pada
hukum yang ada secara tanpa pandang bulu. Keadilan legal menyangkut hubungan
antara individu atau kelompok masyarakat dengan Negara. Intinya adalah semua
orang atau kelompok masyarakat diperlakukan sama oleh Negara dihadapan dan
berdasarkan hukum yang berlaku. Semua pihak dijamin untuk mendapatkan perlakuan
yang sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
2.
Keadilan Komutatif
Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dengan
orang yang lainya ata warga Negara yang satu dengan warga Negara yang lainnya.
Keadilan komutatif menyangkut hubungan horizontal atara warga Negara satu
dengan warga Negara lainnya. Dalam bisnis, keadilan komutatif juga disebut atau
berlaku sebagai keadilan tukar. Dengan kata lain, keadilan komutatif menyangkut
pertukaran yang adil antara pihak-pihak yang terlibat. Prinsip keadilan
komutatif menuntut agar semua orang menepati apa yang telah dijanjikannya, mengmbalikan
pinjaman, memberi ganti rugi yang seimbang, memberi imbalan atau gaji yang
pantas dan menjual barang dagangan mutu dan harga yang seimbang.
3.
Keadilan Distributif
Prinsip dasar keadilan distributif yang dikenal sebagai keadilan ekonomi
adalah distibusi ekonomi yang merata atau dianggap adail bagi semua warga
Negara. Keadilan distributif punya relevansi dalam dunia bisnis, khususnya
dalam perusahaan. Berdasarkan prinsip keadilan ala Aristoteles, setiap karyawan
harus digaji sesuai dengan prestasi, tugas, dan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Distributif yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai
dengan nilai kebaikannya, yakni nilainya bagi masyarakat.
CICERO
Keadilan
merupakan hak yang didapat oleh semua manusia tanpa terkecuali, dalam hal ini
keadilan berarti memilik struktur paling atas dalam kehidupan di dunia.
Keadilan di dapatkan oleh manusia secara bebas, tidak memerlukan budget
apabila ingin memilikinya, karena keadilan merupakan hal yang murni di dapat
oleh manusia sejak mereka dalam rahim ibu.
Berikut beberapa ide Cicero mengenai Keadilan[1]
:
1.
Keadilan
merupakan mahkota kemuliaan dari sebuah kebajikan
2.
Keadilan
adalah tujuan yang konstan, yang memberikan setiap orang haknya
3.
Keadilan
tidak termasuk dalam mencederai manusia
4.
Keadilan
harus diperhatikan bahkan sampai titik terendah
5.
Keadilan
tidak turun dari puncaknya
6.
Keadilan
tidak memeras upah, tidak ada jenis harga, dia dicari untuk dirinya sendiri
7.
Keadilan
ekstrim adalah ketidakadilan ekstrim
8.
Jika hidup
kita terancam oleh kekerasan maka setiap cara untuk melindungi diri kita
secara moral adalah benar
Teori
Keadilan Pada Masa Modern
JOHN RAWLS
John
Rawls dikenal sebagai seorang fisuf yang secara keras mengkritik ekonomi pasar
bebas. Baginya pasar bebas memberikan kebebsan bagi setiap orang, namun dengan
adanya pasar bebas maka keailan sulit ditegakan. Oleh karena hal ini, ia
mengembangkan sebuah teori yang disebut teori keadilan. Menurut Rawls,
prinsip paling mendasar dari keadilan adalah bahwa setiap orang memiliki hak
yang sama dari posisi-posisi mereka yang wajar. Menurutnya kebaikan bagi
seluruh masyarakat tidak dapat mengesampingkan atau mengganggu rasa keadilan
dari setiap orang yang telah memperoleh rasa keadilan, khususnya masyarakat
lemah. [2]
Teori keadilan Rawls dapat
disimpulakan memiliki inti sebagai berikut:
1.
Memaksimalkan
kemerdekaan. Pembatasan terhadap kemerdekaan ini hanya untuk kepentingan
kemerdekaan itu sendiri.
2.
Kesetaraan
bagi semua orang, baik kesetaraan dalam kehidupan sosial maupun kesetaran dalam
bentuk pemanfaatan kekayaan alam. Pembatasan dalam hal ini hanya dapat
diizinkan bila ada kemungkinan keuntungan yang lebih besar.
3.
Kesetaraan
kesempatan untuk kejujuran dan penghapusan terhadap ketidaksetaraan berdasarkan
kelahiran dan kekayaan.
Untuk memberikan jawaban atas
hal tersebut, Rawls melahirkan prinsip keadilan, yang sering dijadikan rujukan
oleh beberapa ahli yakni:
1.
Prinsip
Kebebasan (liberty of principle)
2.
Prinsip
Persamaan (equal of principle)
Rawls mencoba menggiring
masyarakat untuk memperoleh prinsip kesamaan dan kebebesan yang adil itulah
sebabnya mengapa Rawls menyebut teorinya tersebut sebagai “justice as
fairness”.[3]
Secara
spesifik, Rawls mengembangkan gagasan mengenai prinsip-prinsip keadilan dengan
menggunakan sepenuhnya konsep ciptaannya yang dikenal dengan:
1.
Posisi Asali (Original Postion)
Konsep ini
menjelaskan dimana seseorang memosisikan adanya situasi yang sama dan setara
antara tiap-tiap orang yang ada di dalam masyarakat serta tidak ada pihak yang
memiliki posisi yang lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya, seperti
misalnya kedudukan, status sosial, tingkat kecerdasan, kemampuan, kekuatan dan
lain sebagainya. Sehingga orang-orang tersebut dapat melakukan kesepakatan
dengan pihak lain.
Kondisi
demikianlah yang dimaksud oleh Rawls sebagai “posisi asal” yang bertumpu pada
pengertian ekulibrium reflektif dengan didasari oleh ciri rasionalitas (rationality),
kebebasan (freedom), dan persamaan (equality) guna mengatur
struktur dasar masyarakat (basic structure of society). Hipotesa Rawls
yang tanpa rekam historis tersebut sebenarnya hampir serupa dengan apa yang
dikemukakan oleh Thomas Nagel sebagai “pandangan tidak darimanapun (the view
from nowhere), hanya saja dirinya lebih menekankan pada versi sangat
abstrak dari “the State of Nature”.
2. Selubung Ketidaktahuan (Veil of
Ignorence)
Konsep ini
diterjemahkan oleh Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya seluruh
fakta dan keadaan tentang dirinya sendiri, termasuk terhadap posisi sosial dan
doktrin tertentu, sehingga membutakan adanya konsep atau pengetahuan tentang
keadilan yang tengah berkembang. Dan setiap orang atau kelompok yang terlibat
dalam situasi yang sama tidak mengetahui konsepsi-konsepsi mereka tentang
kebaikan.
Prinsip-prinsip
Keadilan
Rawls
menjelaskan bahwa para pihak di dalam posisi asali masing-masing akan
mengadopsi dua prinsip keadilan utama, yaitu:
1.
Prinsip Kebebasan (Liberty of Principle)
Setiap orang
memiliki hak yang sama atas kebebasan-kebebasan dasar yang paling luas dan
kompatibel dengan kebebasan-kebebasan sejenis bagi orang lain.
Prinsip ini dikenal dengan
prinsip kebebasan yang sama (equal liberty principle), seperti misalnya
kemerdekaan berpolitik (political of liberty), kebebasan berpendapat dan
mengemukakan ekspresi (freedom of speech and expression), serta
kebebasan beragama (freedom of religion).
Ini
merupakan hal yang paling mendasar (hak asasi) yang harusnya dimiliki semua
orang. Dengan kata lain, hanya dengan adanya jaminan kebebasan yang sama bagi
semua orang maka keadilan akan terwujud (Prinsip Kesamaan Hak). Prinsip ini
tidak lain adalah “prinsip kesamaan hak” merupakan prinsip yang memberikan
kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang
dimiliki setiap orang. Prinsip ini merupakan ruh dari asas kebebasan
berkontrak.
2.
Prinsip Persamaan (Equal of Principle)
Ketimpangan
atau ketidaksamaan sosial dan ekonomi yang diatur sedemikian rupa, sehingga
menjadi dua frasa, yakni:
a. Prinsip Perbedaan (Difference
Principle)
Memperoleh manfaat sebesar-besarnya bagi anggota masyarakat yang paling
tidak diuntungkan. Prinsip perbedaan ini berangkat dari prinsip ketidaksamaan
yang dapat dibenarkan melalui kebijaksanaan terkontrol sepanjang menguntungkan
kelompok masyarakat lemah. Prinsip ini memerlukan persamaan atas hak dan
kewajiban dasar.
b. Prinsip Persamaan Kesempatan (Equal
Opportunity Principle)
Jabatan-jabatan dan posisi-posisi harus dibuka bagi semua orang dalam
keadaan dimana adanya persamaan kesepakatan yang adil. Prinsip ini tidak hanya
memerlukan adanya prinsip kualitas kemampuan semata, namun juga adanya dasar
kemauan dan kebutuhan dari kualitas tersebut. Sehingga dengan kata lain,
ketidaksamaan kesempatan akibat adanya perbedaan kualitas kemampuan, dan
kemauan, dan kebutuhan juga dapat dipandang sebagai suatu nilai yang adil
berdasarkan prespektif Rawls. Prinsip ini berpijak dari hadirnya ketimpangan
sosial dan ekonomi yang kemudian dalam mencapai nilai-nilai keadilan dapt
diperkenankan jika memberikan manfaat bagi setiap orang, khususnya terhadap
kelompok masyarakat yang kurang beruntung (the least advantage).
Prinsip-prinsip ini diharapkan memberikan keuntungan terbesar bagi
orang-orang yang kurang beruntung, serta memberikan penegasan bahwa dengan
kondisi dan kesempatan yang sama, semua posisi dan jabatan harus terbuka bagi
semua orang. Prinsip kedua, yaitu Different Principle dan Equal
Opportunity Principle, merupakan “prinsip perbedaa obyektif”, artinya
prinsip kedua tersebut menjamin terwujudnya proporsionalitas pertukaran
hak dan kewajiban para pihak, sehnga secara wajar (obyektif) diterima adanya
perbedaan pertukaan asalkan memenuhi syarat good faith and fairness (redelijkhid
n billijkheid. Dengan demikian, prinsip pertama dan prinsip kedua idak
dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Sesuai dengan azaz proposionalitas,
keadilan Rawls ini akan terwujud apabila kedua syarat tersebut diterapkan
secara komprehensif. Dengan penekanannya ang begitu kuat pada pentingya member
peluang yang sama bai smua pihak, Rawls berusaha agar keadlilan tidak terjebak
dalam ekstrem kapitalisme di satu pihak dan sosialisme di lain pihak. Rawls
mengatakan bahwa prinsip Different Principle, harus lebih diprioritaskan
dari prinsip yang kedua apabial keduanya berkonflik. Sedang prinsip kedua,
bagian b, yaitu Equal Opportunity Principle harus lebi
diprioritaskan dari bagian a yaitu Different Principle[4]
[1] http://archive.mises.org/2917/cicero-on-justice-law-and-liberty/ Diaskes
pada tanggal 20 September 2013, pukul.02.30
[3] http:/ilhamendra.wordpress.com/2010/10/19/teori-keadilan-john-rawls-pemahaman-sederhana-buku-a-theory-of-justice/.
Diakses pada tanggal 20 september 2013, pukul. 01.34
[4] John Rawls,Teori Keadilan (a Theory Justice),1997h.72 Diposting oleh moh rifki alpiandi di 20.41
0 komentar:
Posting Komentar