Pengaturan Hukum Mengenai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

ada dua undang-undang (UU) yang mengatur tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”), yakni Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“UU 17/2014”) serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”).
Anda menyebut istilah lex specialis. Lex specialis derogat legi generalis adalah salah satu asas hukum yang mengandung makna bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum. Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Mengenai Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis, menurut Bagir Manan dalam bukunya yang berjudul Hukum Positif Indonesia (hal. 56), sebagaimana dikutip dari artikel yang ditulis A.A.Oka Mahendra berjudul Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam asas lex specialis derogat legi generalis, yaitu:
1.      Ketentuan-ketentuan yang didapati dalam aturan hukum umum tetap berlaku, kecuali yang diatur khusus dalam aturan hukum khusus tersebut;
2.      Ketentuan-ketentuan lex specialis harus sederajat dengan ketentuan-ketentuan lex generalis (undang-undang dengan undang-undang);
3.      Ketentuan-ketentuan lex specialis harus berada dalam lingkungan hukum (rezim) yang sama dengan lex generalis. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama-sama termasuk lingkungan hukum keperdataan.
Mengacu pada poin-poin di atas, khususnya poin ke-dua, ini artinya, jika memang undang-undang yang mengatur DPRD itu terdapat dalam UU 17/2014 dan UU 23/2014, maka salah satu undang-undang tersebut merupakan lex specialis dari undang-undang lainnya. Berdasarkan analisa kami, fokus aturan dalam tentang DPRD dalam UU 17/2014 lebih kepada aturan secara umum tentang DPRD yang meliputi: pembagian DPRD yang terdiri dari DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota; susunan dan kedudukan DPRD; wewenang dan tugas DPRD; hak-hak dan kewajiban-kewajiban DPRD; persidangan dan pengambilan keputusan DPRD; tata tertib dan kode etik DPRD; larangan bagi DPRD; pemberhentian DPRD, dan sebagainya.
Misalnya tugas DPRD bersama pemerintah dan unsur masyarakat daerah rapat dengan anggota DPD yang melakukan antara lain tugas pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah (Pasal 249 ayat (2) UU 17/2014). Sedangkan, fokus UU 23/2014 lebih kepada tugas DPRD dalam pemberian persetujuan dalam suatu rapat yang membahas tentang pemerintahan daerah. Ini artinya, dalam UU 23/2014 lebih khusus lagi membahas tentang bagaimana peran DPRD dalam pemerintahan daerah. Misalnya antara lain:
1.      Memberikan persetujuan bersama dengan gubernur pemenuhan persyaratan administratif bagi pembentukan daerah persiapan (Pasal 37 UU 23/2014)
2.      Mengumumkan pemberhentian kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah dalam rapat paripurna (Pasal 79 ayat (1) UU 23/2014)
3.      Menyampaikan usul kepada Presiden untuk pemberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur dan kepada Menteri untuk pemberhentian bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota (Pasal 80 ayat (1) huruf d UU 23/2014)
Meski ada beberapa pengaturan yang sama dalam UU 17/2014 dan UU 23/2014 seperti antara lain fungsi dan tugas DPRD, namun berdasarkan penelusuran kami, UU 23/2014 lebih menjabarkan lebih lanjut mengenai apa saja fungsi-fungsi itu secara detail. Sebagai contoh, UU 17/2014 hanya menyebutkan fungsi DPRD yang terdiri dari fungsi legislasi (fungsi pembentukan perda), anggaran, dan pengawasan seperti yang disebut dalam Pasal 316 ayat (1) UU 17/2014. Akan tetapi, UU 23/2014 menguraikan lebih lengkap apa saja yang dimaksud dengan ketiga fungsi di atas, yakni:
a.    Fungsi pembentukan Perda Provinsi dilaksanakan dengan cara (Pasal 97 UU 23/2014):
1.    membahas bersama gubernur dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan Perda Provinsi;
2.    mengajukan usul rancangan Perda Provinsi; dan
3.    menyusun program pembentukan Perda bersama gubernur.
b.    Fungsi anggaran dilaksanakan dengan cara (Pasal 99 ayat (2) UU 23/2014):
1.    membahas KUA (Kebijakan Umum APBD) dan PPAS (Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara) yang disusun oleh gubernur berdasarkan RKPD;
2.    membahas rancangan Perda Provinsi tentang APBD provinsi;
3.    membahas rancangan Perda Provinsi tentang perubahan APBD provinsi; dan
4.    membahas rancangan Perda Provinsi tentang Pertanggungjawaban APBD provinsi.
c.    Fungsi pengawasan diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap: (Pasal 100 ayat (1) UU 23/2014):
1.    pelaksanaan Perda provinsi dan peraturan gubernur;
2.    pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi; dan
3.    pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Dengan demikian, dari yang kami uraikan di atas, maka kami menyimpulkan bahwa UU 23/2017 merupakan lex specialis dari UU 17/2014 karena beberapa pengaturan dalam UU 17/2014 diatur lebih khusus lagi oleh UU 23/2014.[1]
Cabang kekuasaan legislatif adalah cabang kekuasaan yang pertama-tama mencerminkan kedaulatan rakyat, kegiatan bernegara pertama-tama adalah untuk mengatur kehidupan bersama, oleh sebab itu, kewenangan untuk menetapkan peraturan itu pertama-tama harus di berikan kepada lembaga legislatif.[2] Tujuan negara ialah kesejahteraan rakyat dalam memperoleh tempat yang utama yaitu dlam bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan, dan kesejahteraan juga merupakan hal yang tidak kalah penting pada tujuan negara, hal tersebut juga terkait dengan terbaginga kekeuasaan pada daerah daerah yang diberikan negara melalui amanah undang-undang.[3]
Sistem politik indonesia yang harus dijalankan sesuai dengan UUD 1945 adalah sistem demokrasi berdasarkan hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD dan negara indonesia adalah negara hukum.[4]
Dalam pasal 18 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan, negara kesatuan republik indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan derah- daerah provinsi itu dibagi atas daerah-daerah kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi kabupaten atau kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dalam undang-undang”. Pemerintaha daerah provinsi mempunyai gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, pemerintahan daerah kabupaten mempunyai Bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten dan pemerintahan Daerah kota mempunyai wali kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota.
Secara lebih khusus, pasal 18 ayat (3) UUD 1945 juga menyebut, “ Pemerintahan daerah provinsi, daerah Kabupaten dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemikihan umum.” Artinya di setiap pemerintahan daerah kabupaten terdapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten yang bersama-sama dengan bupati merupakan satu kesatuan pemerintahan daerah Kabupaten.[5]
Ketentuan tentang kepala daerah dan wakil kepala daerah dapat kita temukan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015. Setiap daerah dipimpin oleh kepala Pemerintahan Daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk Daerah provinsi disebut gubernur, untuk Daerah kabupaten disebut bupati, dan untuk Daerah kota disebut wali kota. [6]
Seperti halnya peraturan mengenai hubungan antara Gubernur dan Dewan perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. Hubungan antara Bupati dengan Dewan Perwakilan Rakyat Dareah Kabupaten juga di atur dengan pola yang sama. Namun perbedaan terdapat pada pemerintahan kota. Karena itu, sudah seharusnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten mengorganisasikan diri ataupun diorganisasikan secaraberbeda dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota. Kalaupun struktur dan mekanisme yang di atur di dalamnya sama, setidaknya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten dapat menjalankan tugas-tugasnya secara berbeda pada daerah yang lain, dan dari sesuaikan dengan kebutuhan setempat, dan harus berbeda dengan apa yang dilkukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota. Misalnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah  kabupaten sudah seharusnya diberi kesempatan untuk lebih sering mengadakan acara pertemuan dengan masyarakat Kecamatan-kecamatan hingga di Desa-desa. Karena itu kegiatan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten haruslah berbeda dengan kegitan yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Kota. Misalnya dalam perlakuan masyarakat pedesaan hubungan priadi dan pendekatan kekeluargaan  jauh lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan formal dan kedianasan, sehingga para wakil rakyatpun seyogyanya menyeleaikan diri dengan kultur setempat.
Namun demikian, secara umum, apa yang berlaku pula bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, berlaku pula bagi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten. Misalnya, alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dinatur dalam pasal.  
a.       Pinpinan
b.      Komisi
c.       Panitia musyawarah
d.      Panitia anggaran
e.       Badan kehormatan
f.       Alat kelengkapan lain yang di perlukan.
Menurut ketentuan pasal 47,badan kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten dibentuk dan ditetapkandengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tersebut di pilih dari dan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten dengan ketentuan:
a.       Untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten kabupaten/kota yang beranggotakan sampai dengan 34 berjumlah tiga orang, dan untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten yang beranggotakan 35 sampai dengan 45berjumlah 5 orang.
b.      Untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten provinsi yang beranggotakan 74 berjumlah lima orang, dan untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten beranggotakan 75 sampai dengan 100 berjumlah tujuh orang.
Pimpinannya terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dipili dari dan oleh badan kehormatan. Dalam menjalankan tugasnya, Badan kehormatan dibantu oleh sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten. Adapun tugas badan badan kehormatan itu, seperti ditentukan dalam pasal 48 adalah:
a.       Mengamati, mengefakuasi disiplin, etika dan moral para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam rangka menjagamartabat dan kehormatan sesuai dengan kode etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
b.      Meneliti dugaan pelanngaran yang dilakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terhadap peraturan tata tertib dan kode etik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah serta sumpah/janji.
c.       Melakukan penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi atas pengaduan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, masyarakat dan atau pemilih.ik untuk menjaga martabat dan kehormatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Kode etik sebagimna dimaksud pada ayat 1 sekurang-kurangnya meliputi:
a.       Pengertian kode etik
b.      Tujuan kode etik
c.       Pengaturan sikap, tata kerja, tat hubungan antara penyelenggara pemerintahan  daerah dan antar anggota serta antara anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pihak lain.
d.      Etika dalam menyampaikan pendapat, tanggapan , jawaban sanggahan.
e.       Sanksi dan rehabilitas.
Pasal 50 ayat 1 menentukan bahwa setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib berhimpun dalam fraksi. Jumlah anggota setiap sebagaimana dimaksud pada ayat 1 sekurang kurangnya sama dengan jumlah komisi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana di maksud pada ayat 1 dari satu partai politik yang tidak memenuhi syarat untuk membentuk satu fraksi, wajib bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi gabungan. Fraksi yang ada wajib menerima anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari partai politik lain yang tidak memenuhi syratuntuk dapat membentuk satu fraksi.[7]



[1] http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt544e78be6f7cd/perbedaan-pengaturan-dprd-di-uu-md3-dan-uu-pemerintahan-daerah
[2] Prof jimliy assidiqie, 2006, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Pengantar ilmu tata negara, Halaman 32.
[3] Samidjo SH ,Ilmu Negara,  Armico, Bandung 2002, Halaman: 219
[4] Prof jimliy assidiqie, 2006, Hukum Tata negara dan pilar-pilar demokrasi, Konpres, Halaman 308
[5] Prof jimliy assidiqie,2006,  Perkembangan dan konsolidasi lembaga negara pasca revormasi, Jakarta, Konpers,halaman 311
[6] Diakses melalui: http://www.karawangnews.com/2014/12/paw-legislatif-tak-semudah-membalikan.html , Pada hari senin tanggal 22 januari 2017.
[7] Prof jimliy assidiqie,2006,  Perkembangan dan konsolidasi lembaga negara pasca revormasi, Jakarta, Konpers,halaman 311

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar